Length: Ficlet (1.055 words)
Author: Jyu
Genre: Romance, Fluff
Casts:
-
Lee Taemin (SHINee)
-
Kim Sookyung (OC)
---
Sekilas, Lee Taemin dan Kim Sookyung nampak
seperti pasangan pada umumnya. Namun ada satu hal yang membuat mereka berbeda –
ketidaksempurnaan fisik mereka. Taemin adalah seorang tuna netra, sementara Sookyung
adalah seorang tuna rungu. Taemin tak pernah dan takkan pernah bisa melihat
kecantikan Sookyung, sementara Sookyung tak pernah dan takkan pernah bisa
mendengar suara emas Taemin. Terkadang banyak orang heran bagaimana mereka bisa
saling jatuh cinta.
Pertama mereka bertemu adalah ketika teman
Sookyung – yang juga merupakan teman Taemin – yang bernama Jiyu mengenalkan
mereka berdua. Saat itu Sookyung sedang berduka karena kakak semata wayangnya
tewas dalam sebuah kecelakaan. Jiyu fikir, mungkin mengenalkan Sookyung kepada
Taemin bisa membuat Sookyung setidaknya sedikit lebih ceria.
Komunikasi tentu saja susah pada awalnya. Sebenarnya,
Sookyung tidak masalah kalaupun Taemin tidak bisa berbahasa isyarat – dia sudah
terbiasa membaca bibir. Namun sebagai seorang tuna rungu, otomatis Sookyung
menjadi tuna wicara juga, bukan? Walau sebenarnya sebelum Sookyung kehilangan
pendengarannya dia dapat berbicara layaknya orang normal, dia tak pernah mau
berbicara lagi sejak dia tak lagi bisa mendengar suara – takut salah ucap atau
semacamnya. Oleh karena itu, Sookyung selalu meminta bantuan Jiyu untuk menjadi
penerjemah.
Taemin tentu juga mempelajari bahasa isyarat,
karena Jiyu takkan mungkin bisa selalu menjadi penerjemah di antara mereka
berdua. Kalian tau Hellen Keller? Orang-orang berkomunikasi dengannya dengan
cara berbahasa isyarat di telapak tangannya. Itu cara Taemin mempelajarinya. Dalam
waktu setengah tahun, Taemin dan Sookyung sudah bisa berkomunikasi tanpa ada
penerjemah di antara mereka. Mereka mulai menjalin hubungan sebulan kemudian.
---
Sore itu, Taemin sedang memainkan piano tua
peninggalan kakeknya. Ya, walau Taemin adalah seorang tuna netra, dia bisa
memainkan piano dengan sempurna. Jemarinya yang lentik menekan tuts hitam dan
putih piano dengan luwesnya, sehingga terlihat seakan jemarinya sedang menari
di atas tuts-tuts piano tersebut. Setiap nadanya terdengar sempurna, tanpa ada
kesalahan sedikitpun.
Sookyung melihat kekasih hatinya sedang bermain
piano seperti biasanya, lantas langsung dihampirinya. Tangannya menepuk
perlahan bahu Taemin, memintanya untuk bergeser sedikit. Taemin yang hafal
benar dengan sentuhan Sookyung, langsung menggeser posisi duduknya dan
membiarkan Sookyung duduk di sebelahnya sambil menyandarkan kepalanya di
pundaknya. Sungguh sangat damai terasa. Setelah menyelesaikan satu lagu, Taemin
meletakkan tangannya di atas tangan Sookyung. Sookyung meraih telapak tangan
Taemin dan membukanya.
“Permainan pianomu
sungguh sempurna,” Sookyung
mengisyaratkannya ke telapak tangan Taemin. Taemin tertawa pelan.
“Kau mengejekku atau bagaimana? Kau bahkan tak
bisa mendengarnya,” kata Taemin, menyanggah pujian Sookyung.
“Tanpa mendengarnya pun
aku tau bahwa permainan pianomu sempurna,” Sookyung mengisyaratkan.
“Terima kasih,” kata Taemin sambil merangkul
kekasihnya itu. Dihelanya sebuah nafas panjang, sebelum kemudian berkata, “Aku
benar-benar ingin mendengar suaramu. Katakan sesuatu padaku.”
Sookyung meraih telapak tangan Taemin, kemudian
mengisyaratkan, “Tidak mau. Lagipula, aku
tidak bisa mendengar suaramu. Tidak adil.”
“Tapi kau kan bisa melihat wajahku, sementara
aku tidak. Ayolah, katakan sesuatu. Sebut namaku,” pinta Taemin sekali lagi.
Pada awalnya Sookyung cemberut, tetapi yang
dikatakan Taemin ada benarnya. Tidak adil memang, Sookyung walau tidak bisa
mendengar suara Taemin, dia masih bisa melihat wajah Taemin. Sementara Taemin?
Karena Sookyung tidak pernah mau berbicara dan dia adalah seorang tuna netra,
Taemin tak bisa mendengar suara Sookyung maupun melihat wajah Sookyung. Setelah
menghela nafas, akhirnya Sookyung mengalah dan mencoba untuk berbicara lagi
setelah lama membisu.
“Tae.... Min?” katanya, sedikit ragu. Kemudian
ia mengisyaratkan sesuatu ke telapak Taemin. “Aku menyebut namamu dengan benar kan?”
Jantung Taemin berhenti berdetak sejenak
mendengar suara Sookyung. Suara Sookyung terdengar begitu indah di telinganya.
Dia tersenyum lebar, kemudian merangkul Sookyung erat-erat. “Iya, kau
menyebutkannya dengan sempurna. Suaramu benar-benar indah, Sookyung-ah.”
---
Hari ini merupakan hari terindah dalam hidup
Taemin dan Sookyung.
Taemin mendapat donor mata, jadi dia bisa
melihat lagi. Tabungan ayah Sookyung juga sudah cukup untuk membiayai operasi
telinga Sookyung, jadi Sookyung bisa mendengar lagi. Sungguh mereka tak sabar
untuk bertemu.
Mereka memutuskan untuk bertemu di kafe tempat
mereka pertama kali bertemu. Sookyung yang ditemani oleh Jiyu – seperti
biasanya – menunggu dengan manis di pojokan favoritnya. Jantungnya berdebar
kencang seakan bisa copot kapan saja.
“Bagaimana suara Taemin? Apakah berat? Atau
mungkin seperti anak kecil? Apakah dia cerewet?” tanya Sookyung kepada Jiyu
yang sedang menyeruput coffee cream-nya.
Jiyu menggeleng mantap.
“Aku tidak mau memberitahu. Toh nanti kau akan
tau sendiri, kan?” kata Jiyu sebelum kembali menyeruput sedikit coffee cream.
“Tapi aku penasaran, Jji-ya! Kau tau kan, aku
selalu ingin mendengar suara Taemin. Sungguh tidak dapat dipercaya, setelah ini
aku bisa mendengar suaranya! Kapan dia akan datang? Aku benar-benar tidak
sabar!” celoteh Sookyung, Jiyu jadi pusing dibuatnya.
“Sungguh Kyungie, kau jadi sangat cerewet.
Padahal sebelum kau kehilangan pendengaranmu dulu, kau tak secerewet ini,”
keluh Jiyu. Sookyung hanya cekikikan pelan mendengar keluhan sahabatnya itu.
“Ah, aku merindukan suaramu,” kata Sookyung
sambil memeluk erat Jiyu. Dan saat itu juga Taemin memasukki kafe. Sookyung
melihatnya, kemudian ia menarik-narik baju Jiyu. “Jji, itu Taemin.”
Jiyu menoleh ke pintu kafe, didapatinya Taemin
sedang mengamati setiap sudut kafe – mencari seseorang. Jiyu setengah
meneriakkan nama Taemin, membuat yang dipanggil menoleh ke arahnya. Tampak
Taemin terdiam sejenak sambil memandang lurus ke arah Sookyung. Sookyung
tersenyum padanya, membuat Taemin tersadar dan segera menghampirinya.
“Duduklah,” Jiyu mempersilahkan sambil menunjuk
kursi kosong di depan Sookyung. Kemudian dilihatnya jam di tangan kirinya. “Oh,
maaf. Aku harus pergi sekarang, aku ada janji dengan seseorang. Tidak apa-apa
kan kalau kalian aku tinggal berdua saja? Baiklah, aku pergi dulu ya!” pamit
Jiyu, yang kemudian meninggalkan Taemin dan Sookyung berdua tanpa menunggu
jawaban dari mereka.
Taemin dan Sookyung hanya terdiam, saling
bertatap mata. Akhirnya Sookyung tidak tahan, kemudian berkata, “Baik, kau
sudah tau bagaimana wajahku. Sekarang ucapkan setidaknya satu kata, aku
benar-benar sudah tidak sabar ingin mendengar suaramu.”
Seulas senyum lebar terbentuk di wajah Taemin,
diiringi dengan suara tawa kecil. “Kurasa aku telah jatuh cinta kepadamu lagi.
Kau benar-benar cantik,” kata Taemin, membuat lawan bicaranya tersipu-sipu
malu.
“Suaramu juga sangat indah, Taeminnie. Tak dapat
dipercaya, aku bisa mendengar suaramu dan kau bisa melihat wajahku.
Omong-omong, kau pernah berjanji akan memainkan lagu buatanmu untukku. Ingat?”
kata Sookyung, menagih janji Taemin sebulan lalu – sebelum mereka dioperasi.
“Lagu? Oh, lagu itu. Lupakan, lagu itu terdengar
sangat buruk. Kau takkan menyukainya,” Taemin mencoba menghindar. Sookyung
cemberut mendengarnya, kemudian merengek sambil menarik-narik lengan kaus
Taemin.
“Curang! Aku tak peduli lagu itu buruk atau
tidak, kau sudah berjanji akan memainkannya!”
Dan mereka pun menghabiskan hari itu dengan
berjalan-jalan berdua, hanya berdua.
Memang, tiada manusia yang sempurna –
kesempurnaan hanya milik Tuhan. Namun setiap manusia pasti memiliki satu hal
yang membuat dirinya merasa sempurna. Bagi Taemin, Sookyung-lah sempurnanya, dan
bagi Sookyung, Taemin-lah sempurnanya.
No comments:
Post a Comment