Monday, April 15, 2013

It's You, Babo! [Oneshot]


Title: It’s You, Babo!
Length: Oneshot (4.583 words)
Author: Jyu
Genre: Romance dengan sedikit bumbu komedi gagal
Casts:
- Choi Jihyun (OC)
- Byun Baekhyun (EXO)
- Kim Jongin (EXO)
A.N: Disini semua member EXO minus Kai, Jihyun, sama Krystal statusnya siswa kelas 3 SMA, sementara Jongin sama Jinri siswa kelas 1 SMA. Sekedar ngasih tau, kalau-kalau nantinya kebingungan. ENJOY!

---

Hal yang pertama kali ingin Choi Jihyun lakukan begitu dia sampai di kelasnya pagi itu adalah pulang. Tidak, coret itu. Menampar Jung Soojung, berteriak tepat di depan wajahnya, kemudian pulang ke rumah, kembali ke tempat tidurnya yang empuk dan berharap semua itu hanyalah mimpi buruk yang akan berakhir ketika jam wekernya berbunyi.

Maksudku, siapa yang tak patah hati mendengar orang yang kalian sukai berpacaran dengan seseorang? Aku yakin hal itu masuk dalam daftar hal yang tidak ingin kalian dengar, terutama di Senin pagi yang menyebalkan.

Sialnya hal itulah yang menimpa Jihyun. Pagi ini dia memasuki kelas, dan hal yang pertama dia dengar adalah suara penuh rasa bangga seorang Byun Baekhyun – namja yang disukainya. Biasanya suara Baekhyun bisa membuat Jihyun semakin bersemangat, namun kali ini suaranya memberi efek yang berbeda terhadap Jihyun. Mengapa? Karena....

“Hei teman-teman! Aku punya kabar baik untuk kalian. Mulai saat ini juga, aku dan Soojung berpacaran!” seru Baekhyun dengan nada bangga, sebelah tangannya merangkul mesra pacar barunya – Jung Soojung. Saat itu juga Jihyun ingin berlari lurus ke arah jendela kelas, menabraknya hingga pecah dan jatuh bebas dari lantai 3. Namun tak mungkin juga dia melakukannya, dia masih ingin hidup, dia masih ingin merasakan bagaimana rasanya memakai gaun pengantin dan berdiri di altar bersama pria yang dia cintai, dia masih ingin memisahkan Baekhyun dengan Soojung. Oke, coret keinginan Jihyun yang terakhir. Itu terdengar terlalu kejam.

Alhasil, Jihyun hanya bisa menghela nafas panjang, melangkah gontai ke bangkunya, duduk dan membanting kepalanya ke meja. Sahabat Jihyun – Park Sunyoung – yang duduk di depan Jihyun memutar tempat duduknya sehingga berhadapan dengan Jihyun. Sunyoung mencoba mengintip wajah Jihyun yang tertutup oleh rambut kecoklatannya, menebak-nebak bagaimana ekspresi Jihyun saat ini.

“Kau tak apa-apa?” tanya Sunyoung. Jihyun mengerutkan alis mendengar pertanyaan konyol dari Sunyoung, kemudian mengangkat kepalanya dari meja.

“Ahahaha, iya aku tidak apa-apa, aku benar-benar merasa sempurna saat ini,” jawab Jihyun sambil tertawa palsu. Kali ini giliran Sunyoung yang mengerutkan alis. “Mana mungkin aku tidak apa-apa, babo! Aku baru saja mendengar berita super buruk dari makhluk Tuhan satu itu,” lanjut Jihyun sambil melirik sinis pada Baekhyun.

Sunyoung menoleh ke arah lirikan Jihyun, mencoba menebak siapa ‘makhluk Tuhan’ yang Jihyun maksud. Ada Byun Baekhyun, Park Chanyeol, Kim Joonmyun, Do Kyungsoo dan Oh Sehun. Kemudian dengan polosnya – atau lebih tepatnya dengan bodohnya – Sunyoung menebak, “Park Chanyeol?”

Jihyun seakan ingin mencekik Sunyoung habis-habisan mendengar tebakan sahabatnya itu. “Demi Tuhan, hampir setiap hari kau aku dongengi dengan curhatanku tentang Baekhyun, dan sekarang kau menebak ‘makhluk Tuhan’ yang aku maksud adalah Park Chanyeol? Yang benar saja, Sunyoungie! Kau ini tidak peka atau bagaimana?”

Sunyoung cengengesan, sementara Jihyun kembali meletakkan kepalanya – yang entah kenapa terasa begitu berat – di meja sambil menggumam tidak jelas dengan kesal. Di sisi lain, Baekhyun sedang memamerkan kepada teman-temannya bagaimana dia meminta Soojung untuk menjadi pacarnya – atau istilah gaulnya, nembak.

“Saat matahari mulai terbenam, aku mengajak Soojung naik kincir ria,” ujar Baekhyun dengan sombongnya. Teman-temannya menyimak dengan seksama, penasaran sebagaimana romantis cara Baekhyun nembak Soojung sampai-sampai Soojung – yang notabene merupakan yeoja yang diincar hampir semua namja di sekolah – mengiyakan permintaan Baekhyun. Jihyun sendiri sebenarnya tak mau tau, namun telinganya tetap saja menangkap suara sombong Baekhyun. Ada beberapa saat dimana Jihyun ingin menjadi seorang tuna rungu, dan saat ini adalah salah satunya.

“Ketika kami tiba di puncak, aku mendekati wajah Soojungie sambil menatapnya penuh harap sebelum akhirnya aku berlutut di hadapannya, kugenggam tangannya erat-erat. Aku memintanya menjadi pacarku, dan dia mengiyakan. Aku berterima kasih dan memeluknya erat,” nada bicara Baekhyun semakin sombong, Jihyun berani bersumpah kepalanya pasti membesar saat ini. Teman-teman Baekhyun menyorakinya.

Sial, sial, sial! umpat Jihyun dalam hati sambil menatapkan kepalanya ke meja. Cara Baekhyun nembak Soojung adalah hal yang selalu diimpi-impikan Jihyun. Dia selalu beranggapan bahwa pengakuan cinta di puncak kincir ria saat matahari terbenam adalah hal yang paling romantis. Menikmati remang-remang langit senja dan pemandangan indah dari puncak kincir ria bersama orang yang kita sukai, kemudian orang itu menyatakan cinta kepada kita. Romantis, bukan?

“Eh? Jihyun-ah, apa yang kau lakukan?” tanya Sunyoung sedikit panik melihat sahabatnya tiba-tiba menatapkan kepalanya di meja. Yang ditanya tidak menjawab, malah balik bertanya.

“Kau bawa headphone atau earphone? Aku tak ingin mendengarkan cerita sialan dari makhluk itu lagi,” umpat Jihyun. Sunyoung mengangguk dan merogoh tasnya, mencari earphone Hello Kitty miliknya. Baru saja Sunyoung akan memberikan earphone-nya kepada Jihyun ketika Mr. Kwon – guru tergalak sepanjang masa (setidaknya begitulah bagi Jihyun) – memasuki ruang kelas 3-3. Seisi kelas berlomba-lomba kembali ke bangkunya masing-masing tanpa terkecuali.

Demi Tuhan, baru kali ini aku merasa sangat bersyukur atas kehadiran Mr. Kwon.

---

Sepanjang jam pelajaran hingga waktu pulang tiba Jihyun tidak bisa fokus sama sekali. Tak hanya sekali-dua kali potongan kapur dilayangkan sang guru ke kepalanya, mungkin sudah 14 potong kapur. Soojung dan Baekhyun yang seringkali mencuri kesempatan untuk saling bertukar senyum tak pernah gagal menarik perhatian Jihyun. Pemandangan yang sangat menyakitinya, namun entah kenapa Jihyun tak ingin melewatkan sedetikpun dari momen terkutuk itu.

Baru saja Jihyun berharap hari itu takkan menjadi lebih buruk lagi ketika tiba-tiba Kim Jongin – hoobae yang merupakan sahabat dari Baekhyun dan mengetahui fakta bahwa Jihyun menyukai Baekhyun – menghampirinya. Jihyun mencoba untuk menganggapnya angin lewat, namun gagal karena Jongin terus-menerus mengejar Jihyun sambil memanggilnya manja. Pada akhirnya Jihyun berhenti dan hampir membuat Jongin menabraknya.

“Oke, apa maumu?” tanya Jihyun ketus. Jongin merengut mendengarnya.

Nuna galak amat sih. Aku hanya ingin bertanya sesuatu,” kata Jongin sambil memiringkan kepalanya. Jihyun menghela nafas kesal.

“Baiklah, apa?”

“Aku dengar Baekhyun Hyung berpacaran dengan Soojung Nuna. Apa benar? Baekhyun Hyung tidak bercerita apa-apa kepadaku. Kau kan teman sekelasnya, kau pasti tau,” Jongin bertanya. Jihyun mengumpat dalam hati, kemudian kembali berjalan. Jongin berlari mengejarnya. “Nuna, kenapa?”

“Enyahlah kau dari hadapanku,” Jihyun mengusir Jongin. Namun Jongin tak mengindahkan apa yang Jihyun katakan barusan. Dia malah mengambil kesempatan itu untuk menggoda sunbae favoritnya itu.

“Jadi benar ya, Baekhyun Hyung dengan Soojung Nuna pacaran. Tak heran Nuna jadi semakin galak, siapa juga yang tidak kesal mendengar orang yang kita sukai berpacaran dengan seseorang,” ujar Jongin. Jihyun tidak menanggapi. “Menurutku mereka cocok sih. Soojung Nuna cantik, Baekhyun Hyung juga tampan. Benar-benar serasi,” lanjut Jongin sambil menyeringai. Jihyun kembali mengumpat dalam hati, bersumpah dia akan membunuh Jongin suatu saat nanti.

“Diam kau, hoobae jelek!” sentak Jihyun. Jongin menyeringai puas.

“Jelek-jelek begini, aku punya banyak fans. Tak hanya dari sekolah ini saja, dari sekolah lain juga,” pamer Jongin sambil memasukkan kedua tangannya ke saku celananya. Sesekali dia tersenyum kepada yeoja-yeoja yang memperhatikannya sejak tadi, membuat mereka menjerit kegirangan. “See?”

Jihyun berhenti berjalan dan menatap Jongin dengan tatapan garing. “Wow, kau hebat sekali, hahaha,” cibirnya sambil mengangkat alis. Jongin tak mempedulikan cibiran Jihyun.

“Aku tau, aku tau. Tapi Baekhyun Hyung lebih hebat dariku. Dia bisa mencuri hati seorang Jung Soojung, yeoja terpopuler di sekolah ini,” kata Jongin, masih terus menggoda Jihyun.

“Demi Tuhan, KIM JONGIN! Semoga Tuhan membuat hidupmu sengsara!” jerit Jihyun. Jongin tersenyum kecut. Tak sadarkah kau? Kau sudah membuat hidupku sengsara, Nuna.

Nuna, Minggu besok kau sibuk tidak?” tanya Jongin tiba-tiba.

“Sangat sibuk, sibuk meratapi nasibku yang tak pernah mujur ini. Wae Jongin-ah?” jawab Jihyun. Tumben makhluk ini bertanya begitu kepadaku. Biasanya dia hanya bisa menggodaku, menggodaku, dan menggodaku.

“Ikutlah aku ke Everland, aku bayarkan segalanya,” ajak Jongin setengah memaksa.

“Oh tidak-tidak, terima ka-“

“Itu bukan pilihan. Mau tak mau kau harus ikut aku. Hari Minggu aku jemput di rumah nuna pukul 10 pagi. Dandan yang cantik ya nuna, kau akan kencan dengan namja populer.  Aku duluan!” paksa Jongin yang kemudian berlari meninggalkan Jihyun sambil melambaikan tangannya dan memamerkan senyum termanisnya.

Jihyun geleng-geleng melihat kelakuan hoobae-nya itu. Baiklah Jongin-ah, kali ini saja aku menuruti permintaanmu. Siapa tau juga kau bisa membuatku melupakan Baekhyun.

---

Minggu pagi, tepatnya pukul 9 pagi. Jihyun bukannya bersiap-siap untuk kencan dengan Jongin, malah asik mencermati majalah favoritnya sambil tiduran di tempat tidurnya. Ajakan Jongin sudah tertumpuk oleh memori-memori lainnya. Sampai tiba-tiba ponselnya bergetar dua kali – tanda ada SMS masuk. Jihyun memutar matanya, dengan malas dia berguling ke tepi tempat tidurnya untuk mengambil ponselnya yang tergeletak di meja kecil samping tempat tidurnya. Siapa yang berani mengganggu Minggu pagiku yang berharga? pikir Jihyun sambil melihat ke layar ponselnya. Kim Jongin. Tentu saja.

From: Jongin
Nunaaa! Ingat kan? Hari ini aku akan mengajakmu ke Everland. Jangan bilang kau lupa.

Jihyun butuh beberapa detik untuk mencerna SMS Jongin sepenuhnya. Bisa dibilang dia sedang membongkar otaknya – mencoba mengingat kapan Jongin mengajaknya. Begitu ingat, dengan malas dia menyeret badannya dengan paksa ke kamar mandi. Setelah mandi, Jihyun memilih baju yang akan dipakainya. Dibukanya lemari pakaian yang bahkan lebih tinggi darinya – berisi baju-baju miliknya yang tertata dengan rapi. Mulai dari pakaian formal hingga kasual, yang feminim hingga yang tomboy, dari aksesoris rambut hingga sepatu-sepatu. Jari-jari lentik Jihyun mengusap baju-bajunya yang terlipat dengan rapi, mulai dari atas hingga ke bawah.

“Well, hanya jalan-jalan bersama Jongin kan? Aku tak perlu tampil sempurna,” gumam Jihyun. Diambilnya sepotong oversized t-shirt berwarna putih, hot pants denim, dan sneaker merah. Rambut panjangnya ia kuncir, kemudian ia tutupi dengan topi. Tak lupa dia membawa tas ransel kecil rilakkuma favoritnya. Merasa siap, Jihyun berlari ke ruang tengah.

Unnie, tadi pacarmu menelefon. Katanya kau tidak mengangkat ponselmu, jadi dia coba menelefon ke telefon rumah. Sayang sekali tadi kau masih mandi,” kata Jinri – adik Jihyun yang seumuran dengan Jongin. Jihyun melihat ponselnya, dan ya memang benar. Ada 1 misscall. Tapi tunggu dulu. Bukankah tadi Jinri bilang..., ‘pacarmu’?

“Jangan konyol, Jinri-ah. Kau tau unnie tidak punya pacar. Jadi, siapa yang menelefon?” tanya Jihyun meminta penjelasan.

“Aku serius, tadi ada namja bernama Kim Jongin yang mengaku-ngaku pacarmu. Dia Kim Jongin dari kelas 1-2 bukan? Yang populer itu? Ckckck, sejak kapan unnie berpacaran dengannya?” Jinri balik bertanya dengan semangat. Ini bisa dijadikan bahan gosip, kekekeke, batinnya.

Jihyun menepuk dahinya. “Iya, dia Kim Jongin, si populer dari kelas 1-2. Dan unnie tidak berpacaran dengannya. Ish, anak itu,” umpat Jihyun.

Bibir Jinri membentuk huruf ‘O’, kemudian ia kembali berkutat pada drama yang sedang ditontonnya. Jihyun duduk di sebelah Jinri. “Kau tau, sebaiknya kau perbaiki kebiasaanmu mengumpat. Manislah sedikit, kurasa kau ditaksir oleh seorang Kim Jongin.”

“Seorang Kim Jongin? Naksir orang sepertiku? Cih, mustahil. Kau jangan menggigau,” cibir Jihyun.

Jinri mengangkat bahu. “Siapa tau juga. Dia baru saja mengaku sebagai pacarmu kepadaku.”

“Ah, itu sih sudah biasa. Dia memang suka bercanda,” tanggap Jihyun santai. Beberapa saat setelahnya, bel rumah berbunyi. “Sudah ya, aku pergi dulu!”

Unnie, jangan lupa belikan aku puding stroberi!”

Jihyun tak menjawab permintaan adiknya, dia hanya melambaikan tangan padanya dan segera membukakan pintu untuk Jongin. Dilihatnya Jongin memakai kaus, celana jeans, sneakers dan jaket. Memang simpel, tetapi cukup untuk membuat yeoja yang melihatnya jatuh cinta. Wow, dia terlihat..., menarik, pikir Jihyun.

“Wow, nuna tampak lebih cantik bila tidak memakai seragam. Kekekeke,” Jongin terkekeh. Jihyun memukul lengannya pelan dan menariknya.

“Sudahlah, ayo kita berangkat!”

---

Perjalanan dari rumah Jihyun ke Everland tak seberapa lama, kira-kira hanya 30 menit dengan bus. Begitu sampai disana, Jongin membeli 2 tiket masuk dan segera menarik Jihyun masuk.

“Jadi, kita naik apa dulu, Nuna?” tanya Jongin. Jihyun tak menjawab, ia hanya bergumam tak jelas seraya mencermati peta yang ada di tangannya.

“Ah, entahlah. Terlalu banyak wahana, aku bingung memilihnya,” gerutu Jihyun tanpa mengalihkan pandangannya dari peta Everland sedetikpun.

Jongin mengintip peta yang dipegang oleh Jihyun. “Pilih yang paling dekat dulu,” katanya setengah berbisik di dekat telinga Jihyun, membuat Jihyun sedikit merinding.

Hening.

“Baiklah! Kita naik Hurricane dulu!” seru Jihyun girang sambil mengangkat petanya ke udara. Dia menggenggam pergelangan tangan Jongin dan menariknya setengah berlari seperti anak kecil.

“Ok- tunggu dulu! Hurricane?” tanya Jongin. Jihyun berhenti berlari, kemudian mengangguk dengan polosnya.

“Mmm, wae?”

Mampus, umpat Jongin dalam hati. “A- aniya, tidak apa-apa.”

Bibir Jihyun membentuk sebuah seringai usil, jari telunjuknya mencolek-colek lengan Jongin. “Kau takut ya?” godanya.

“Hah? Takut? Ahahaha, tidak kok Nuna, tidak sama sekali. Ayo cepat kesana!” Jongin berbohong, kemudian menarik Jihyun ke tempat dimana Hurricane-nya berada.

Sayang sekali, antrian untuk Hurricane cukup panjang. “Kita bisa seharian disini. Lebih baik kita ke wahana lain. Bagaimana kalau Safari World?” tanya Jongin. Diam-diam dia menghela nafas lega, namun sayang sekali kelegaannya tidak berlangsung lama.

“Tidak, terima kasih. Aku sedang tidak mood melihat binatang-binatang hari ini. Bagaimana kalau Rolling X-Train? Antriannya tidak seberapa panjang. Kajja!” ajak Jihyun sambil menunjuk Rolling X-Train yang berada di dekat mereka. Tanpa meminta persetujuan dari Jongin terlebih dahulu, dia langsung menariknya ke antrian Rolling X-Train. Tamatlah riwayatmu, Kim Jongin, batin Jongin.

Tibalah giliran mereka. Tanpa basa-basi Jihyun langsung menarik Jongin ke bangku terdepan. Tuhan, semoga aku baik-baik saja setelah menaiki wahana satu ini, Jongin berdoa dalam hati.

Jihyun menyadari ada yang salah dengan Jongin. Wajahnya sedikit pucat, dahinya sedikit berkeringat. “Kau yakin kau tidak apa-apa? Kau terlihat pucat, Jongin-ah,” tanya Jihyun. Jongin mengangguk pelan.

Kereta yang mereka naiki mulai berjalan maju – membuat Jongin sedikit terkejut dan nyaris berteriak. Jihyun menggenggam tangan Jongin dan membuatnya – sekali lagi – sedikit terkejut. Telapak tangan Jongin terasa sangat dingin. Jihyun tertawa kecil. “Kalaupun kau memang takut juga sudah terlambat sih, keretanya sudah berjalan.”

Jongin mencoba mengatur nafasnya, mengingat kereta yang mereka naiki sudah berada di puncak dan akan segera berjalan turun. Setelahnya penyiksaan – setidaknya itu menurut Jongin – akan berlangsung selama kira-kira 2 menit tanpa henti. Kemudian Jongin melihat tangan kanannya yang digenggam erat-erat oleh Jihyun. Sudut-sudut bibirnya terangkat tanpa Jongin sadari, tapi segera hilang ketika Jongin kembali memusatkan pandangannya ke depan. Dia menghela nafas panjang sekali lagi.

“Here we goes.... AAARRRGGGHHH!!!”

Dua menit kemudian....

Nyawa Jongin tampaknya sudah melayang entah kemana – mungkin tersangkut di rel Rolling X-Train. Ia bahkan terlihat seperti zombie vegetarian berpenampilan rapi. Tetapi nyawanya tiba-tiba kembali ke tubuhnya ketika Jihyun menarik-narik tangannya – memaksanya berdiri.

“Baiklah, Nuna mau kemana lagi?” tanya Jongin sembari mencoba mengumpulkan sisa-sisa nyawa yang belum kembali ke tubuhnya. Kakinya sedikit gemetar. Jongin memang bukan tipe orang yang menyukai wahana yang menegangkan – roller coaster misalnya. Dari sekian banyak tempat rekreasi di Seoul, mengapa aku memilih Everland? sesal Jongin dalam hati.

“Lihat! Antrian Hurricane sudah tidak sepanjang tadi! Kajja, Jongin-ah!” Jihyun menarik Jongin dengan paksa ke arah Hurricane. Jongin tak bisa – atau lebih tepatnya terlalu gengsi – menolak ajakan Jihyun.

Tuhan, semoga aku masih bisa pulang dengan nyawa utuh, batin Jongin.

---

Beberapa wahana menegangkan kemudian....
“WHOAAA! Benar-benar menyenangkan!” seru Jihyun yang kemudian kembali melihat peta yang sedari tadi dibawanya. Di sebelahnya berdirilah Jongin yang sudah tak ada bedanya dengan mayat hidup.

Kami sudah menaiki semua wahana yang kubenci kan? fikir Jongin sambil mengintip peta yang dipegang Jihyun. Dia salah, masih ada satu lagi yang belum mereka naiki. Yang terburuk dari semuanya – T Express. Melihatnya, Jongin hanya bisa berharap Jihyun takkan mengajaknya kesana.

“Jongin-ah, T Express?” tawar Jihyun. Matanya tampak berbinar-binar. Kebalikan dari Jongin, Jihyun sangat menyukai wahana-wahana yang menegangkan. Jongin segera mencari cara untuk menghindari wahana paling terkutuk dari yang terkutuk tersebut.

“Eng.... Bagaimana kalau kita makan dulu? Aku lapar, Nuna,” ajak Jongin. Dalam hati ia berharap Jihyun akan mengiyakan. Kali ini harapannya terkabulkan.

“Iya sih, aku juga lapar. Oke, call!” Jihyun kembali mencermati petanya, mencari tempat makan yang pas dengan seleranya.

“Kau ingin makan apa, Nuna? Aku ikut saja,” tanya Jongin. Jihyun bergumam tidak jelas, jari telunjuk kanannya menelusuri peta yang dipegangnya. Jongin tersenyum menahan tawa gemas, hingga akhirnya dia meledak. “Puhahahahaha!”

“Eh, wae?” tanya Jihyun sambil memiringkan kepalanya sedikit.

“Kau terlihat menggemaskan, kau tau itu?” kata Jongin tersenyum lebar dari telinga ke telinga sambil mencubit gemas kedua pipi Jihyun. Jihyun cemberut, pipinya terasa panas dan memerah. Jongin menyadari akan hal itu, jadi dia melepas cubitannya dan berdehem canggung. “M- maaf.”

Kali ini Jihyun yang tertawa gemas. “Untuk apa meminta maaf? Ah sudahlah, aku ingin chicken terriyaki. Oriental Restaurant, we’re coming!” seru Jihyun sedikit kekanakan sambil menarik lengan Jongin. Jongin tersenyum melihatnya. This is why I love you, Nuna, pikirnya.

---

Jam sudah menunjukkan pukul setengah 5, dan mereka berdua masih berada di kawasan Everland. Waktu berlalu begitu cepat dan mereka berdua seakan-akan tidak ingin meninggalkan Everland secepat itu. Jihyun merengek pelan, hampir semua wahana sudah mereka coba. Kecuali wahana yang berhubungan dengan hantu seperti Horror Maze atau Mystery Mansion – karena Jihyun takut hantu dan Jongin benci dikejutkan.

Kini Jongin dan Jihyun sedang beristirahat – duduk santai di bangku pinggir jalan yang tersedia. Mereka tak saling bicara, hanya ada keheningan. Keheningan yang nyaman.

Jongin sadar, beberapa laki-laki yang lewat selalu menatap kaki mulus Jihyun yang terekspos – terima kasih kepada hotpants yang dipakainya. Ia tak menyukai hal itu, tentu saja. Dilepasnya jaket yang dipakainya, kemudian ia gunakan jaket itu untuk menutupi paha Jihyun hingga tulang keringnya. Jihyun tampak terkejut dengan tindakan Jongin, dilihatnya Jongin yang segera memalingkan muka karena malu dan gengsi. Jihyun tersenyum manis.

“Terima kasih,” ujarnya.

Jongin tidak menjawab. Keheningan kembali mengisi kekosongan antara mereka berdua. Hingga tiba-tiba Jihyun kembali merengek.

“Jongin-ah, aku ingin es krim,” rengek Jihyun ketika ia melihat seorang anak kecil keluar dari toko snack dengan ibunya sambil menjilat es krim.

“Oke, oke,” Jongin berdiri dari posisinya, diikuti oleh Jihyun. Jihyun hendak mengembalikan jaket Jongin ketika Jongin berkata, “Pakailah, udara sudah mulai dingin.”

Jihyun menurut dan memakai jaket milik Jongin itu. Kebesaran memang, tetapi itu membuatnya semakin hangat.

“Kau mau rasa apa?” tanya Jongin.

Jihyun menimbang-nimbang sebentar sambil mencermati daftar rasa yang ada, kemudian berkata, “Aku mau rasa mint.”

“Baiklah, es krim mint satu, blueberry satu,” pinta Jongin kepada pelayan. Sang pelayan hanya mengangguk, kemudian meninggalkan kasir untuk membuatkan es krimnya.

Unnie, jangan lupa belikan aku puding stroberi!”

Tiba-tiba saja Jihyun teringat akan permintaan adiknya ketika melihat puding di daftar menu. Dia sebenarnya sedikit sungkan meminta kepada Jongin, tetapi dia tidak membawa uang banyak. Ah, biarlah. Dia kan bisa beli sendiri, fikir Jihyun.

“Beli sendiri?” tanya Jongin. Tanpa sadar Jihyun telah menyuarakan fikirannya dan ia benar-benar merasa malu saat ini.

“Tidak, tadi Jinri minta dibelikan puding stroberi,” jawab Jihyun enteng. Bibir Jongin membentuk huruf ‘O’ sambil mengangguk-angguk mengerti.

Ketika es krim pesanan Jongin dan Jihyun sudah datang, Jongin berkata kepada pelayannya, “Tambah satu puding stroberi, ya.”

Jihyun terbelalak mendengarnya. “Eng, kau tidak perlu membelikannya.”

“Tidak apa-apa, Nuna. Sekalian, mumpung kita masih disini,” kata Jongin sambil menjilat sedikit es krim blueberry-nya.

“Tidak merepotkan?” tanya Jihyun. Masih ada sedikit rasa tidak enak yang mengganjal. Jongin hanya menggeleng. Jihyun tersenyum, kemudian berkata, “Terima kasih.”

Begitu keluar dari toko snack, hal pertama yang menangkap perhatian Jihyun adalah kincir ria. Dia menarik-narik lengan kaus Jongin. “Sebelum pulang, naik itu dulu yuk?” ajaknya.

Jongin mengangkat alis. Baguslah, aku tak perlu repot-repot mengajakmu, fikirnya. Ia hanya mengangguk dan menggandeng Jihyun ke arah kincir ria.

Setelah mengantri, tiba juga giliran Jihyun dan Jongin. Jongin mempersilahkan Jihyun masuk terlebih dahulu, kemudian duduk di hadapannya. Jihyun melihat ke luar jendela kincir ria sambil terus menjilati es krimnya. Jongin yang sudah menghabiskan es krimnya terus memperhatikan Jihyun sambil tersenyum.

“Jongin-ah, lihat! Kembang api!” seru Jihyun kegirangan. Jongin melihat keluar, beberapa kembang api meledak di angkasa dan mewarnai langit oranye yang indah. Mereka berdua sudah hampir mencapai puncak kincir ria, membuat jantung Jongin berdebar semakin kencang.

Jongin kembali menatap Jihyun, tampak es krim mint di sudut bibir Jihyun yang berwarna merah jambu. Jongin menggigit bibirnya ragu. Ayolah, jangan jadi seorang pengecut! Kesempatan takkan datang dua kali! batinnya. Setelah menarik nafas panjang, Jongin memberanikan dirinya untuk berkata.

Nuna, ada es krim di bibirmu,” kata Jongin. Jihyun mengalihkan pandangannya dari pemandangan luar dan melihat Jongin.

“Di sebelah mana?” tanya Jihyun. Jongin tertawa kecil melihat wajah Jihyun yang tampak sedikit kebingungan.

“Sini, aku bersihkan,” Jongin mendekatkan wajahnya pada wajah Jihyun hingga akhirnya bibir mereka bertemu. Dikecupnya lembut bibir Jihyun, terasa sisa-sisa rasa mint dari es krim yang dimakannya. Namun Jihyun tampaknya terlalu syok untuk membalasnya – atau malah mungkin tidak ada niatan untuk membalasnya sama sekali. Menyadari hal itu, Jongin berhenti menciumnya dan berlutut di hadapannya.

Nuna, saranghamnida. So, would you be my girlfriend?”

---

“KAU SERIUS?!” pekik Sunyoung setelah mendengar cerita dari Jihyun. Jihyun menaruh telunjuknya di bibir, mengisyaratkan kepada Sunyoung untuk tidak terlalu keras. “Maaf, aku terlalu bersemangat. Jadi, kau terima?”

Jihyun mendesah lemas, kemudian menggeleng. “Tentu saja tidak. Aku sudah menganggap Jongin sebagai adikku sendiri,” katanya, disusul dengan sorakan kecewa dari sahabatnya. Jihyun menghela nafas panjang, kemudian kembali bercerita.

“Sebenarnya aku sempat berpikir untuk menerimanya, siapa tau juga dia bisa membuatku melupakan Baekhyun. Tapi tampaknya mustahil, dan aku juga tidak cukup tega untuk menjadikan dia sebagai pelarianku. Dia terlalu baik.”

Sunyoung mengangguk-angguk setuju. “Jadi, kau masih akan mengejar Baekhyun?” tanya Sunyoung setengah berbisik. Jihyun mengangguk pelan, kemudian meletakkan kepalanya yang terasa sedikit berat di bangkunya.

“Mari berdoa semoga dia cepat putus dari Soojung, haha,” kata Jihyun pelan sambil tertawa garing. Sunyoung mengerutkan dahi mendengar kata-kata Jihyun.

“Kau belum tau? Baekhyun dan Soojung putus 2 hari lalu. Aku dengar Soojung diam-diam selingkuh dengan Kim Myungsoo dari kelas 3-4,” bisik Sunyoung tepat di sebelah telinga Jihyun. Mendengarnya, Jihyun langsung duduk tegak.

JINJJA?!” pekik Jihyun bersemangat, membuat seisi kelas melihatnya heran. Jihyun hanya cengengesan. “Sudah kubilang, Soojung memang menyebalkan,” cibir Jihyun.

Baru saja Sunyoung akan menanggapi ketika tiba-tiba Mr. Kwon memasuki ruang kelas dan membuat seisi kelas berlomba-lomba untuk duduk manis di bangkunya masing-masing. Jihyun mengambil bukunya dan meletakkannya di atas meja.

“Psst, Jihyun-ah!” panggil Oh Sehun yang duduk di sebelah kanan Jihyun, setengah berbisik. Jihyun menoleh. Sehun memberinya sebuah lipatan kertas kecil, membuat Jihyun mengerutkan dahi kebingungan. Dibukanya lipatan kertas itu, kemudian dibacanya isi dari kertas tersebut. Isinya nyaris membuat Jihyun berteriak terkejut, untung saja ia ingat bahwa Mr. Kwon sedang mengajar saat ini.

Jihyun-ah, temui aku di atap sekolah nanti sepulang sekolah. –Byun Baekhyun ;)

Jihyun otomatis langsung menyobek sedikit kertas dari buku coretannya, kemudian menuliskan sesuatu di kertas itu. Tangannya sedikit gemetar, membuat tulisannya yang biasanya rapi menjadi sedikit berantakan.

Eh? Ada apa? Kenapa tiba-tiba? ._.

Dilipatnya sobekan kertas tersebut, kemudian ia memanggil Sehun setengah berbisik. Sehun menoleh, ekspresinya menunjukkan bahwa ia sedikit terganggu – seakan-akan ekspresinya berkata ‘aku bukan pak pos, jangan menyuruhku mengirimkan sobekan kertas itu pada Baekhyun’. Jihyun tak mempedulikannya dan berbisik, “Tolong berikan ini pada Baekhyun.”

Sehun sendiri malah menerimanya dan menyalurkannya kepada Baekhyun yang duduk tepat di sebelah kanannya tanpa protes sedikitpun. Baekhyun membacanya, kemudian menyobek kertas, menulis sesuatu di kertas tersebut, melipatnya dan memberikannya kepada Sehun. Jihyun mengambilnya dari Sehun, dan saat itu juga sebuah potongan kapur mendarat dengan mulus di kepala Jihyun dan Sehun.

“Sebaiknya kalian berhenti saling mengirim surat cinta atau semacamnya dan kembali fokus pada pelajaran, atau aku akan menyuruh kalian keluar kelas,” tegur Mr. Kwon, disusul dengan sorakan murid sekelas. Jihyun dan Sehun tidak menjawab, hanya menundukkan kepala seolah mereka merasa bersalah. Begitu Mr. Kwon kembali sibuk menulis catatan di papan tulis, Jihyun membuka sobekan kertas dari Baekhyun.

Sudahlah, datang saja ;)

Setelah membacanya, Jihyun mencondongkan badannya sedikit ke depan untuk mengintip Baekhyun. Pandangan mereka saling bertemu, Baekhyun pun tersenyum kepada Jihyun – memamerkan deretan giginya yang rapi. Senyuman itu, senyuman yang membuat Jihyun jatuh cinta pada pandangan pertama dan tak pernah gagal membuat Jihyun semakin mencintai Baekhyun.

---

Seperti yang diminta Baekhyun, Jihyun langsung ke atap sekolah saat pulang sekolah. Namun tampaknya tidak ada siapa-siapa di atap sekolah, Jihyun pun melihat ke sekeliling hanya untuk memastikan.

Sepuluh menit berlalu, tak ada tanda-tanda Baekhyun akan datang. Jihyun merasa sedikit kecewa, tentu saja. Kau bodoh, Choi Jihyun. Sudahlah, tak usah berharap terlalu banyak. Pada akhirnya kau sendiri yang kecewa, kau sendiri yang merasakan sakitnya, batinnya. Setelah menghela nafas panjang, Jihyun berdiri dan hendak pulang – hingga tiba-tiba Baekhyun datang dengan nafas sedikit terengah.

“Maaf, kau sudah menunggu lama? Klub hapkido mengadakan pertemuan singkat mendadak, untung saja tidak seberapa lama,” kata Baekhyun. Jihyun tidak menjawab, dia hanya menundukkan kepalanya lesu. Baekhyun menyadarinya, kemudian mendekat kepadanya dan mengangkat dagu Jihyun. “Hei, kenapa? Maafkan aku.”

Jihyun sedikit memaksakan senyum, kemudian berkata, “Tidak apa-apa. Jadi kenapa kau memintaku untuk menemuimu disini?”

Yang ditanya tidak menjawab apa-apa, ia hanya mendekatkan wajahnya ke wajah Jihyun dan mengecupnya penuh kasih. Jihyun sedikit terkejut, namun kemudian dia menutup matanya dan membalas ciuman Baekhyun. Tangan kanannya mencubit lengan kirinya untuk memastikan bahwa ini bukan mimpi. Sakit, hehe, fikirnya.

Baekhyun melepas ciumannya, kemudian mendekap Jihyun ke dalam pelukannya dengan erat. “Maaf, tidak seromantis waktu aku menyatakan perasaan kepada Soojung dulu,” katanya. Jihyun tertawa pelan.

“As long as it’s you, it’s okay. Tapi kenapa? Kukira kau menyukai Soojung.”

Baekhyun tertawa mendengarnya. “Kau benar-benar tidak peka, ya? It’s you, babo. It’s always been you. Tak sadarkah kau, aku sering diam-diam mengamatimu dari kejauhan?” ungkap Baekhyun, membuat Jihyun sedikit terkejut. Kemudian Baekhyun mencium pipinya dengan lembut.

“Lalu mengapa kau berpacaran dengan Soojung kalau kau menyukaiku?” tanya Jihyun, sedikit kebingungan dengan situasi saat itu.

“Aku ditantang teman-temanku, dan dengan bodohnya aku menerima tantangan itu. Aku juga tak menyangka Soojung akan menerimaku,” jawab Baekhyun. Mukanya memerah karena malu, sebelah tangannya menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal. Jihyun melipat tangannya, bibirnya mengerucut tanda kesal. Baekhyun tertawa gemas melihatnya. “Sudahlah, jangan cemberut. Toh sekarang kita berpacaran, iya kan?”

Jihyun menjulurkan lidahnya. “Siapa juga yang bilang kita berpacaran?”

Baekhyun mengangkat alisnya kesal, kemudian mencubit kedua pipi Jihyun – membuat yang dicubit meringis kesakitan. Dia tertawa lagi dan memeluk Jihyun erat-erat. “Saranghaeyo, Choi Jihyun.”

---

Kemarin malam, di rumah Baekhyun dan Jongin....
“Aku pulang,” kata Jongin sedikit lesu ketika ia membuka pintu rumahnya. Ia langsung berjalan ke ruang tengah, kemudian duduk di sebelah Baekhyun yang sedang menonton TV.

Ya, Jongin dan Baekhyun merupakan saudara sepupu. Orang tua Jongin kerja di luar negeri dan Jongin lebih memilih tinggal bersama keluarga Baekhyun di Korea. Tak heran, keduanya cukup dekat bagaikan kakak beradik. Namun tak ada yang tau bahwa selama ini Jongin tinggal bersama Baekhyun – kecuali Chanyeol, Joonmyun, Sehun dan Kyungsoo.

“Jadi bagaimana? Kau diterima?” tanya Baekhyun tanpa mengalihkan pandangannya dari TV sedikitpun. Melirik saja tidak. Tetapi Jongin tidak mempedulikan hal itu, ia malah meraih remote dan membesarkan sedikit volume TV.

“Apakah aku terlihat seperti lelaki yang berhasil mendapatkan gadis impiannya?” cibir Jongin.

“Maaf....”

“Tak perlu meminta maaf.”

Keduanya terdiam untuk beberapa saat, suara TV mengisi keheningan di antara mereka berdua.

“Dia benar-benar jatuh cinta kepadamu, Hyung,” kata Jongin. Baekhyun tidak menjawab – dia tampak sebegitu fokus dengan drama di TV, padahal sebenarnya tidak. “Katakan kepadaku sekali lagi, mengapa kau memacari Soojung Nuna? Padahal jelas-jelas kau menyukai Jihyun Nuna dan sebaliknya.”

“Sudah kubilang, aku ditantang oleh teman-teman sekelasku. Aku sendiri tak menyangka Soojung menerimaku,” jawab Baekhyun enteng.

“Dan...?”

“Dan ternyata Soojung hanya main-main denganku. Dia diam-diam selingkuh dengan Kim Myungsoo,” lanjut Baekhyun, kemudian meminum coca cola yang sedari tadi ia pegang.

Jongin mengangkat alisnya. “Kim Myungsoo? Si pangeran dingin dari kelas 3-4? Kukira dia menyukai Suzy nuna.”

Baekhyun mengangguk pelan. “Mmm. Bukannya cemburu sih. Aku malah senang, aku bisa memutuskan Soojung dengan mudah,” celetuk Baekhyun, membuatnya mendapat pukulan pelan dari Jongin di lengannya.

“Cih, licik kau Hyung,” cibir Jongin. Baekhyun mengangkat bahu. “Sudah, sekarang jadikanlah Jihyun Nuna milikmu sebelum dia jatuh hati kepadaku.”

“Iya, iya,” kata Baekhyun sambil tertawa pelan. Mereka kembali terdiam satu sama lain. Suasana menjadi sedikit canggung.

“Omong-omong, Jongin-ah?” panggil Baekhyun, memecah kecanggungan di antara mereka.

“Hmm?”

“Maaf, karena aku kau jadi mengorbankan perasaanmu begini,” kata Baekhyun, kali ini sambil menatap Jongin.

“Seingatku aku sudah bilang tak perlu meminta maaf beberapa menit yang lalu. Kau pikun atau bagaimana?” cibir Jongin.

“Tetap saja, Jongin-ah.”

Jongin menoleh kepada Baekhyun. “Sudahlah Hyung, toh dia mencintaimu, bukan aku. Aku akan menemukan gadis lain, tenang saja,” katanya. Baekhyun tidak menjawab. Jongin kembali memusatkan pandangannya ke TV, kemudian berkata, “Lagi pula, kalau memang dia jodohku pasti dia akan kembali padaku.”

Mendengarnya, Baekhyun langsung memukul lengan Jongin pelan sambil tertawa. Jongin menangkisnya dengan sigap, kemudian berdiri. “Sudah ya, aku lelah. Tadi Jihyun Nuna terus-terusan mengajakku menaiki wahana terkutuk. Selamat malam, Hyung.”

“Selamat malam, Jongin-ah.”

Tepat ketika Jongin berpaling dari Baekhyun, air matanya menetes di luar kendalinya. Ia menyekanya dengan punggung tangan kanannya, namun air matanya masih saja menetes. Ia mencoba mengangkat wajahnya dan tersenyum.

Tenanglah, Kim Jongin. Kau pasti bisa menemukan pengganti Jihyun Nuna.

No comments:

Post a Comment