Length: Oneshot (4.583 words)
Author: Jyu
Genre: Romance dengan sedikit bumbu komedi gagal
Casts:
- Choi Jihyun (OC)
- Byun Baekhyun (EXO)
- Kim Jongin (EXO)
A.N: Disini semua member EXO minus Kai, Jihyun, sama Krystal statusnya siswa kelas 3 SMA, sementara Jongin sama Jinri siswa kelas 1 SMA. Sekedar ngasih tau, kalau-kalau nantinya kebingungan. ENJOY!
---
Hal
yang pertama kali ingin Choi Jihyun lakukan begitu dia sampai di kelasnya pagi
itu adalah pulang. Tidak, coret itu. Menampar Jung Soojung, berteriak tepat di
depan wajahnya, kemudian pulang ke rumah, kembali ke tempat tidurnya yang empuk
dan berharap semua itu hanyalah mimpi buruk yang akan berakhir ketika jam
wekernya berbunyi.
Maksudku,
siapa yang tak patah hati mendengar orang yang kalian sukai berpacaran dengan
seseorang? Aku yakin hal itu masuk dalam daftar hal yang tidak ingin kalian
dengar, terutama di Senin pagi yang menyebalkan.
Sialnya
hal itulah yang menimpa Jihyun. Pagi ini dia memasuki kelas, dan hal yang
pertama dia dengar adalah suara penuh rasa bangga seorang Byun Baekhyun – namja yang disukainya. Biasanya suara
Baekhyun bisa membuat Jihyun semakin bersemangat, namun kali ini suaranya
memberi efek yang berbeda terhadap Jihyun. Mengapa? Karena....
“Hei
teman-teman! Aku punya kabar baik untuk kalian. Mulai saat ini juga, aku dan
Soojung berpacaran!” seru Baekhyun dengan nada bangga, sebelah tangannya
merangkul mesra pacar barunya – Jung Soojung. Saat itu juga Jihyun ingin berlari
lurus ke arah jendela kelas, menabraknya hingga pecah dan jatuh bebas dari
lantai 3. Namun tak mungkin juga dia melakukannya, dia masih ingin hidup, dia
masih ingin merasakan bagaimana rasanya memakai gaun pengantin dan berdiri di
altar bersama pria yang dia cintai, dia masih ingin memisahkan Baekhyun dengan
Soojung. Oke, coret keinginan Jihyun yang terakhir. Itu terdengar terlalu
kejam.
Alhasil,
Jihyun hanya bisa menghela nafas panjang, melangkah gontai ke bangkunya, duduk
dan membanting kepalanya ke meja. Sahabat Jihyun – Park Sunyoung – yang duduk
di depan Jihyun memutar tempat duduknya sehingga berhadapan dengan Jihyun. Sunyoung
mencoba mengintip wajah Jihyun yang tertutup oleh rambut kecoklatannya,
menebak-nebak bagaimana ekspresi Jihyun saat ini.
“Kau
tak apa-apa?” tanya Sunyoung. Jihyun mengerutkan alis mendengar pertanyaan
konyol dari Sunyoung, kemudian mengangkat kepalanya dari meja.
“Ahahaha,
iya aku tidak apa-apa, aku benar-benar merasa sempurna saat ini,” jawab Jihyun
sambil tertawa palsu. Kali ini giliran Sunyoung yang mengerutkan alis. “Mana
mungkin aku tidak apa-apa, babo! Aku
baru saja mendengar berita super buruk dari makhluk Tuhan satu itu,” lanjut
Jihyun sambil melirik sinis pada Baekhyun.
Sunyoung
menoleh ke arah lirikan Jihyun, mencoba menebak siapa ‘makhluk Tuhan’ yang
Jihyun maksud. Ada Byun Baekhyun, Park Chanyeol, Kim Joonmyun, Do Kyungsoo dan
Oh Sehun. Kemudian dengan polosnya – atau lebih tepatnya dengan bodohnya –
Sunyoung menebak, “Park Chanyeol?”
Jihyun
seakan ingin mencekik Sunyoung habis-habisan mendengar tebakan sahabatnya itu.
“Demi Tuhan, hampir setiap hari kau aku dongengi dengan curhatanku tentang
Baekhyun, dan sekarang kau menebak ‘makhluk Tuhan’ yang aku maksud adalah Park
Chanyeol? Yang benar saja, Sunyoungie! Kau ini tidak peka atau bagaimana?”
Sunyoung
cengengesan, sementara Jihyun kembali meletakkan kepalanya – yang entah kenapa
terasa begitu berat – di meja sambil menggumam tidak jelas dengan kesal. Di
sisi lain, Baekhyun sedang memamerkan kepada teman-temannya bagaimana dia
meminta Soojung untuk menjadi pacarnya – atau istilah gaulnya, nembak.
“Saat
matahari mulai terbenam, aku mengajak Soojung naik kincir ria,” ujar Baekhyun
dengan sombongnya. Teman-temannya menyimak dengan seksama, penasaran
sebagaimana romantis cara Baekhyun nembak
Soojung sampai-sampai Soojung – yang notabene merupakan yeoja yang diincar hampir semua namja di sekolah – mengiyakan permintaan
Baekhyun. Jihyun sendiri sebenarnya tak mau tau, namun telinganya tetap saja
menangkap suara sombong Baekhyun. Ada beberapa saat dimana Jihyun ingin menjadi
seorang tuna rungu, dan saat ini adalah salah satunya.
“Ketika
kami tiba di puncak, aku mendekati wajah Soojungie sambil menatapnya penuh
harap sebelum akhirnya aku berlutut di hadapannya, kugenggam tangannya
erat-erat. Aku memintanya menjadi pacarku, dan dia mengiyakan. Aku berterima
kasih dan memeluknya erat,” nada bicara Baekhyun semakin sombong, Jihyun berani
bersumpah kepalanya pasti membesar saat ini. Teman-teman Baekhyun menyorakinya.
Sial, sial, sial! umpat Jihyun
dalam hati sambil menatapkan kepalanya ke meja. Cara Baekhyun nembak Soojung adalah hal yang selalu
diimpi-impikan Jihyun. Dia selalu beranggapan bahwa pengakuan cinta di puncak
kincir ria saat matahari terbenam adalah hal yang paling romantis. Menikmati
remang-remang langit senja dan pemandangan indah dari puncak kincir ria bersama
orang yang kita sukai, kemudian orang itu menyatakan cinta kepada kita.
Romantis, bukan?
“Eh?
Jihyun-ah, apa yang kau lakukan?” tanya Sunyoung sedikit panik melihat
sahabatnya tiba-tiba menatapkan kepalanya di meja. Yang ditanya tidak menjawab,
malah balik bertanya.
“Kau
bawa headphone atau earphone? Aku tak ingin mendengarkan
cerita sialan dari makhluk itu lagi,” umpat Jihyun. Sunyoung mengangguk dan
merogoh tasnya, mencari earphone Hello
Kitty miliknya. Baru saja Sunyoung akan memberikan earphone-nya kepada Jihyun ketika Mr. Kwon – guru tergalak sepanjang masa (setidaknya begitulah
bagi Jihyun) – memasuki ruang kelas 3-3. Seisi kelas berlomba-lomba kembali ke
bangkunya masing-masing tanpa terkecuali.
Demi Tuhan, baru kali ini aku merasa
sangat bersyukur atas kehadiran Mr. Kwon.
---
Sepanjang
jam pelajaran hingga waktu pulang tiba Jihyun tidak bisa fokus sama sekali. Tak
hanya sekali-dua kali potongan kapur dilayangkan sang guru ke kepalanya,
mungkin sudah 14 potong kapur. Soojung dan Baekhyun yang seringkali mencuri
kesempatan untuk saling bertukar senyum tak pernah gagal menarik perhatian Jihyun.
Pemandangan yang sangat menyakitinya, namun entah kenapa Jihyun tak ingin
melewatkan sedetikpun dari momen terkutuk itu.
Baru
saja Jihyun berharap hari itu takkan menjadi lebih buruk lagi ketika tiba-tiba
Kim Jongin – hoobae yang merupakan
sahabat dari Baekhyun dan mengetahui fakta bahwa Jihyun menyukai Baekhyun –
menghampirinya. Jihyun mencoba untuk menganggapnya angin lewat, namun gagal
karena Jongin terus-menerus mengejar Jihyun sambil memanggilnya manja. Pada
akhirnya Jihyun berhenti dan hampir membuat Jongin menabraknya.
“Oke,
apa maumu?” tanya Jihyun ketus. Jongin merengut mendengarnya.
“Nuna galak amat sih. Aku hanya ingin
bertanya sesuatu,” kata Jongin sambil memiringkan kepalanya. Jihyun menghela
nafas kesal.
“Baiklah,
apa?”
“Aku
dengar Baekhyun Hyung berpacaran
dengan Soojung Nuna. Apa benar?
Baekhyun Hyung tidak bercerita
apa-apa kepadaku. Kau kan teman sekelasnya, kau pasti tau,” Jongin bertanya. Jihyun
mengumpat dalam hati, kemudian kembali berjalan. Jongin berlari mengejarnya. “Nuna, kenapa?”
“Enyahlah
kau dari hadapanku,” Jihyun mengusir Jongin. Namun Jongin tak mengindahkan apa
yang Jihyun katakan barusan. Dia malah mengambil kesempatan itu untuk menggoda sunbae favoritnya itu.
“Jadi
benar ya, Baekhyun Hyung dengan
Soojung Nuna pacaran. Tak heran Nuna jadi semakin galak, siapa juga yang
tidak kesal mendengar orang yang kita sukai berpacaran dengan seseorang,” ujar
Jongin. Jihyun tidak menanggapi. “Menurutku mereka cocok sih. Soojung Nuna cantik, Baekhyun Hyung juga tampan. Benar-benar serasi,”
lanjut Jongin sambil menyeringai. Jihyun kembali mengumpat dalam hati,
bersumpah dia akan membunuh Jongin suatu saat nanti.
“Diam
kau, hoobae jelek!” sentak Jihyun.
Jongin menyeringai puas.
“Jelek-jelek
begini, aku punya banyak fans. Tak hanya dari sekolah ini saja, dari sekolah
lain juga,” pamer Jongin sambil memasukkan kedua tangannya ke saku celananya.
Sesekali dia tersenyum kepada yeoja-yeoja
yang memperhatikannya sejak tadi, membuat mereka menjerit kegirangan.
“See?”
Jihyun
berhenti berjalan dan menatap Jongin dengan tatapan garing. “Wow, kau hebat
sekali, hahaha,” cibirnya sambil mengangkat alis. Jongin tak mempedulikan
cibiran Jihyun.
“Aku
tau, aku tau. Tapi Baekhyun Hyung lebih
hebat dariku. Dia bisa mencuri hati seorang Jung Soojung, yeoja terpopuler di sekolah ini,” kata Jongin, masih terus menggoda
Jihyun.
“Demi
Tuhan, KIM JONGIN! Semoga Tuhan membuat hidupmu sengsara!” jerit Jihyun. Jongin
tersenyum kecut. Tak sadarkah kau? Kau
sudah membuat hidupku sengsara, Nuna.
“Nuna, Minggu besok kau sibuk tidak?”
tanya Jongin tiba-tiba.
“Sangat
sibuk, sibuk meratapi nasibku yang tak pernah mujur ini. Wae Jongin-ah?” jawab Jihyun. Tumben
makhluk ini bertanya begitu kepadaku. Biasanya dia hanya bisa menggodaku, menggodaku,
dan menggodaku.
“Ikutlah
aku ke Everland, aku bayarkan segalanya,” ajak Jongin setengah memaksa.
“Oh
tidak-tidak, terima ka-“
“Itu
bukan pilihan. Mau tak mau kau harus ikut aku. Hari Minggu aku jemput di rumah nuna pukul 10 pagi. Dandan yang cantik
ya nuna, kau akan kencan dengan namja populer. Aku duluan!” paksa Jongin yang kemudian
berlari meninggalkan Jihyun sambil melambaikan tangannya dan memamerkan senyum
termanisnya.
Jihyun
geleng-geleng melihat kelakuan hoobae-nya
itu. Baiklah Jongin-ah, kali ini saja aku
menuruti permintaanmu. Siapa tau juga kau bisa membuatku melupakan Baekhyun.
---
Minggu
pagi, tepatnya pukul 9 pagi. Jihyun bukannya bersiap-siap untuk kencan dengan
Jongin, malah asik mencermati majalah favoritnya sambil tiduran di tempat
tidurnya. Ajakan Jongin sudah tertumpuk oleh memori-memori lainnya. Sampai
tiba-tiba ponselnya bergetar dua kali – tanda ada SMS masuk. Jihyun memutar
matanya, dengan malas dia berguling ke tepi tempat tidurnya untuk mengambil
ponselnya yang tergeletak di meja kecil samping tempat tidurnya. Siapa yang berani mengganggu Minggu pagiku
yang berharga? pikir Jihyun sambil melihat ke layar ponselnya. Kim Jongin. Tentu saja.
From:
Jongin
Nunaaa! Ingat kan? Hari ini aku akan mengajakmu
ke Everland. Jangan bilang kau lupa.
Jihyun
butuh beberapa detik untuk mencerna SMS Jongin sepenuhnya. Bisa dibilang dia
sedang membongkar otaknya – mencoba mengingat kapan Jongin mengajaknya. Begitu
ingat, dengan malas dia menyeret badannya dengan paksa ke kamar mandi. Setelah
mandi, Jihyun memilih baju yang akan dipakainya. Dibukanya lemari pakaian yang
bahkan lebih tinggi darinya – berisi baju-baju miliknya yang tertata dengan
rapi. Mulai dari pakaian formal hingga kasual, yang feminim hingga yang tomboy,
dari aksesoris rambut hingga sepatu-sepatu. Jari-jari lentik Jihyun mengusap
baju-bajunya yang terlipat dengan rapi, mulai dari atas hingga ke bawah.
“Well,
hanya jalan-jalan bersama Jongin kan? Aku tak perlu tampil sempurna,” gumam Jihyun.
Diambilnya sepotong oversized t-shirt berwarna putih, hot pants denim, dan
sneaker merah. Rambut panjangnya ia kuncir, kemudian ia tutupi dengan topi. Tak
lupa dia membawa tas ransel kecil rilakkuma favoritnya. Merasa siap, Jihyun
berlari ke ruang tengah.
“Unnie, tadi pacarmu menelefon. Katanya
kau tidak mengangkat ponselmu, jadi dia coba menelefon ke telefon rumah. Sayang
sekali tadi kau masih mandi,” kata Jinri – adik Jihyun yang seumuran dengan
Jongin. Jihyun melihat ponselnya, dan ya memang benar. Ada 1 misscall. Tapi tunggu dulu. Bukankah
tadi Jinri bilang..., ‘pacarmu’?
“Jangan
konyol, Jinri-ah. Kau tau unnie tidak
punya pacar. Jadi, siapa yang menelefon?” tanya Jihyun meminta penjelasan.
“Aku
serius, tadi ada namja bernama Kim
Jongin yang mengaku-ngaku pacarmu. Dia Kim Jongin dari kelas 1-2 bukan? Yang
populer itu? Ckckck, sejak kapan unnie berpacaran
dengannya?” Jinri balik bertanya dengan semangat. Ini bisa dijadikan bahan gosip, kekekeke, batinnya.
Jihyun
menepuk dahinya. “Iya, dia Kim Jongin, si populer dari kelas 1-2. Dan unnie tidak berpacaran dengannya. Ish,
anak itu,” umpat Jihyun.
Bibir
Jinri membentuk huruf ‘O’, kemudian ia kembali berkutat pada drama yang sedang
ditontonnya. Jihyun duduk di sebelah Jinri. “Kau tau, sebaiknya kau perbaiki
kebiasaanmu mengumpat. Manislah sedikit, kurasa kau ditaksir oleh seorang Kim
Jongin.”
“Seorang
Kim Jongin? Naksir orang sepertiku? Cih, mustahil. Kau jangan menggigau,” cibir
Jihyun.
Jinri
mengangkat bahu. “Siapa tau juga. Dia baru saja mengaku sebagai pacarmu
kepadaku.”
“Ah,
itu sih sudah biasa. Dia memang suka bercanda,” tanggap Jihyun santai. Beberapa
saat setelahnya, bel rumah berbunyi. “Sudah ya, aku pergi dulu!”
“Unnie, jangan lupa belikan aku puding
stroberi!”
Jihyun
tak menjawab permintaan adiknya, dia hanya melambaikan tangan padanya dan
segera membukakan pintu untuk Jongin. Dilihatnya Jongin memakai kaus, celana
jeans, sneakers dan jaket. Memang simpel, tetapi cukup untuk membuat yeoja yang melihatnya jatuh cinta. Wow, dia terlihat..., menarik, pikir Jihyun.
“Wow,
nuna tampak lebih cantik bila tidak
memakai seragam. Kekekeke,” Jongin terkekeh. Jihyun memukul lengannya pelan dan
menariknya.
“Sudahlah,
ayo kita berangkat!”
---
Perjalanan
dari rumah Jihyun ke Everland tak seberapa lama, kira-kira hanya 30 menit
dengan bus. Begitu sampai disana, Jongin membeli 2 tiket masuk dan segera
menarik Jihyun masuk.
“Jadi,
kita naik apa dulu, Nuna?” tanya
Jongin. Jihyun tak menjawab, ia hanya bergumam tak jelas seraya mencermati peta
yang ada di tangannya.
“Ah,
entahlah. Terlalu banyak wahana, aku bingung memilihnya,” gerutu Jihyun tanpa
mengalihkan pandangannya dari peta Everland sedetikpun.
Jongin
mengintip peta yang dipegang oleh Jihyun. “Pilih yang paling dekat dulu,”
katanya setengah berbisik di dekat telinga Jihyun, membuat Jihyun sedikit
merinding.
Hening.
“Baiklah!
Kita naik Hurricane dulu!” seru Jihyun girang sambil mengangkat petanya ke
udara. Dia menggenggam pergelangan tangan Jongin dan menariknya setengah
berlari seperti anak kecil.
“Ok- tunggu dulu! Hurricane?” tanya Jongin.
Jihyun berhenti berlari, kemudian mengangguk dengan polosnya.
“Mmm,
wae?”
Mampus, umpat Jongin dalam hati. “A- aniya, tidak apa-apa.”
Bibir
Jihyun membentuk sebuah seringai usil, jari telunjuknya mencolek-colek lengan
Jongin. “Kau takut ya?” godanya.
“Hah?
Takut? Ahahaha, tidak kok Nuna, tidak
sama sekali. Ayo cepat kesana!” Jongin berbohong, kemudian menarik Jihyun ke
tempat dimana Hurricane-nya berada.
Sayang
sekali, antrian untuk Hurricane cukup panjang. “Kita bisa seharian disini.
Lebih baik kita ke wahana lain. Bagaimana kalau Safari World?” tanya Jongin.
Diam-diam dia menghela nafas lega, namun sayang sekali kelegaannya tidak
berlangsung lama.
“Tidak,
terima kasih. Aku sedang tidak mood melihat binatang-binatang hari ini.
Bagaimana kalau Rolling X-Train? Antriannya tidak seberapa panjang. Kajja!” ajak Jihyun sambil menunjuk
Rolling X-Train yang berada di dekat mereka. Tanpa meminta persetujuan dari
Jongin terlebih dahulu, dia langsung menariknya ke antrian Rolling X-Train. Tamatlah riwayatmu, Kim Jongin, batin
Jongin.
Tibalah
giliran mereka. Tanpa basa-basi Jihyun langsung menarik Jongin ke bangku
terdepan. Tuhan, semoga aku baik-baik
saja setelah menaiki wahana satu ini, Jongin berdoa dalam hati.
Jihyun
menyadari ada yang salah dengan Jongin. Wajahnya sedikit pucat, dahinya sedikit
berkeringat. “Kau yakin kau tidak apa-apa? Kau terlihat pucat, Jongin-ah,”
tanya Jihyun. Jongin mengangguk pelan.
Kereta
yang mereka naiki mulai berjalan maju – membuat Jongin sedikit terkejut dan
nyaris berteriak. Jihyun menggenggam tangan Jongin dan membuatnya – sekali lagi
– sedikit terkejut. Telapak tangan Jongin terasa sangat dingin. Jihyun tertawa
kecil. “Kalaupun kau memang takut juga sudah terlambat sih, keretanya sudah
berjalan.”
Jongin
mencoba mengatur nafasnya, mengingat kereta yang mereka naiki sudah berada di
puncak dan akan segera berjalan turun. Setelahnya penyiksaan – setidaknya itu
menurut Jongin – akan berlangsung selama kira-kira 2 menit tanpa henti.
Kemudian Jongin melihat tangan kanannya yang digenggam erat-erat oleh Jihyun.
Sudut-sudut bibirnya terangkat tanpa Jongin sadari, tapi segera hilang ketika
Jongin kembali memusatkan pandangannya ke depan. Dia menghela nafas panjang
sekali lagi.
“Here
we goes.... AAARRRGGGHHH!!!”
Dua menit kemudian....
Nyawa
Jongin tampaknya sudah melayang entah kemana – mungkin tersangkut di rel
Rolling X-Train. Ia bahkan terlihat seperti zombie vegetarian berpenampilan
rapi. Tetapi nyawanya tiba-tiba kembali ke tubuhnya ketika Jihyun menarik-narik
tangannya – memaksanya berdiri.
“Baiklah,
Nuna mau kemana lagi?” tanya Jongin
sembari mencoba mengumpulkan sisa-sisa nyawa yang belum kembali ke tubuhnya.
Kakinya sedikit gemetar. Jongin memang bukan tipe orang yang menyukai wahana
yang menegangkan – roller coaster misalnya. Dari
sekian banyak tempat rekreasi di Seoul, mengapa aku memilih Everland? sesal
Jongin dalam hati.
“Lihat!
Antrian Hurricane sudah tidak sepanjang tadi! Kajja, Jongin-ah!” Jihyun menarik Jongin dengan paksa ke arah
Hurricane. Jongin tak bisa – atau lebih tepatnya terlalu gengsi – menolak
ajakan Jihyun.
Tuhan, semoga aku masih bisa pulang
dengan nyawa utuh, batin Jongin.
---
Beberapa wahana menegangkan kemudian....
“WHOAAA!
Benar-benar menyenangkan!” seru Jihyun yang kemudian kembali melihat peta yang
sedari tadi dibawanya. Di sebelahnya berdirilah Jongin yang sudah tak ada
bedanya dengan mayat hidup.
Kami sudah menaiki semua wahana yang
kubenci kan? fikir Jongin sambil mengintip peta yang dipegang Jihyun. Dia
salah, masih ada satu lagi yang belum mereka naiki. Yang terburuk dari semuanya
– T Express. Melihatnya, Jongin hanya bisa berharap Jihyun takkan mengajaknya
kesana.
“Jongin-ah,
T Express?” tawar Jihyun. Matanya tampak berbinar-binar. Kebalikan dari Jongin,
Jihyun sangat menyukai wahana-wahana yang menegangkan. Jongin segera mencari
cara untuk menghindari wahana paling terkutuk dari yang terkutuk tersebut.
“Eng....
Bagaimana kalau kita makan dulu? Aku lapar, Nuna,”
ajak Jongin. Dalam hati ia berharap Jihyun akan mengiyakan. Kali ini harapannya
terkabulkan.
“Iya
sih, aku juga lapar. Oke, call!” Jihyun
kembali mencermati petanya, mencari tempat makan yang pas dengan seleranya.
“Kau
ingin makan apa, Nuna? Aku ikut
saja,” tanya Jongin. Jihyun bergumam tidak jelas, jari telunjuk kanannya menelusuri
peta yang dipegangnya. Jongin tersenyum menahan tawa gemas, hingga akhirnya dia
meledak. “Puhahahahaha!”
“Eh,
wae?” tanya Jihyun sambil memiringkan
kepalanya sedikit.
“Kau
terlihat menggemaskan, kau tau itu?” kata Jongin tersenyum lebar dari telinga
ke telinga sambil mencubit gemas kedua pipi Jihyun. Jihyun cemberut, pipinya
terasa panas dan memerah. Jongin menyadari akan hal itu, jadi dia melepas
cubitannya dan berdehem canggung. “M- maaf.”
Kali
ini Jihyun yang tertawa gemas. “Untuk apa meminta maaf? Ah sudahlah, aku ingin
chicken terriyaki. Oriental Restaurant, we’re coming!” seru Jihyun sedikit
kekanakan sambil menarik lengan Jongin. Jongin tersenyum melihatnya. This is why I love you, Nuna, pikirnya.
---
Jam
sudah menunjukkan pukul setengah 5, dan mereka berdua masih berada di kawasan
Everland. Waktu berlalu begitu cepat dan mereka berdua seakan-akan tidak ingin
meninggalkan Everland secepat itu. Jihyun merengek pelan, hampir semua wahana
sudah mereka coba. Kecuali wahana yang berhubungan dengan hantu seperti Horror
Maze atau Mystery Mansion – karena Jihyun takut hantu dan Jongin benci
dikejutkan.
Kini
Jongin dan Jihyun sedang beristirahat – duduk santai di bangku pinggir jalan
yang tersedia. Mereka tak saling bicara, hanya ada keheningan. Keheningan yang
nyaman.
Jongin
sadar, beberapa laki-laki yang lewat selalu menatap kaki mulus Jihyun yang
terekspos – terima kasih kepada hotpants yang dipakainya. Ia tak menyukai hal
itu, tentu saja. Dilepasnya jaket yang dipakainya, kemudian ia gunakan jaket
itu untuk menutupi paha Jihyun hingga tulang keringnya. Jihyun tampak terkejut
dengan tindakan Jongin, dilihatnya Jongin yang segera memalingkan muka karena
malu dan gengsi. Jihyun tersenyum manis.
“Terima
kasih,” ujarnya.
Jongin
tidak menjawab. Keheningan kembali mengisi kekosongan antara mereka berdua.
Hingga tiba-tiba Jihyun kembali merengek.
“Jongin-ah,
aku ingin es krim,” rengek Jihyun ketika ia melihat seorang anak kecil keluar
dari toko snack dengan ibunya sambil menjilat es krim.
“Oke,
oke,” Jongin berdiri dari posisinya, diikuti oleh Jihyun. Jihyun hendak
mengembalikan jaket Jongin ketika Jongin berkata, “Pakailah, udara sudah mulai
dingin.”
Jihyun
menurut dan memakai jaket milik Jongin itu. Kebesaran memang, tetapi itu
membuatnya semakin hangat.
“Kau
mau rasa apa?” tanya Jongin.
Jihyun
menimbang-nimbang sebentar sambil mencermati daftar rasa yang ada, kemudian
berkata, “Aku mau rasa mint.”
“Baiklah,
es krim mint satu, blueberry satu,” pinta Jongin kepada pelayan. Sang pelayan
hanya mengangguk, kemudian meninggalkan kasir untuk membuatkan es krimnya.
“Unnie,
jangan lupa belikan aku puding stroberi!”
Tiba-tiba
saja Jihyun teringat akan permintaan adiknya ketika melihat puding di daftar
menu. Dia sebenarnya sedikit sungkan meminta kepada Jongin, tetapi dia tidak
membawa uang banyak. Ah, biarlah. Dia kan
bisa beli sendiri, fikir Jihyun.
“Beli
sendiri?” tanya Jongin. Tanpa sadar Jihyun telah menyuarakan fikirannya dan ia
benar-benar merasa malu saat ini.
“Tidak,
tadi Jinri minta dibelikan puding stroberi,” jawab Jihyun enteng. Bibir Jongin
membentuk huruf ‘O’ sambil mengangguk-angguk mengerti.
Ketika
es krim pesanan Jongin dan Jihyun sudah datang, Jongin berkata kepada
pelayannya, “Tambah satu puding stroberi, ya.”
Jihyun
terbelalak mendengarnya. “Eng, kau tidak perlu membelikannya.”
“Tidak
apa-apa, Nuna. Sekalian, mumpung kita
masih disini,” kata Jongin sambil menjilat sedikit es krim blueberry-nya.
“Tidak merepotkan?” tanya Jihyun. Masih ada sedikit rasa tidak enak yang mengganjal. Jongin hanya menggeleng. Jihyun tersenyum, kemudian berkata, “Terima kasih.”
“Tidak merepotkan?” tanya Jihyun. Masih ada sedikit rasa tidak enak yang mengganjal. Jongin hanya menggeleng. Jihyun tersenyum, kemudian berkata, “Terima kasih.”
Begitu
keluar dari toko snack, hal pertama yang menangkap perhatian Jihyun adalah
kincir ria. Dia menarik-narik lengan kaus Jongin. “Sebelum pulang, naik itu
dulu yuk?” ajaknya.
Jongin
mengangkat alis. Baguslah, aku tak perlu
repot-repot mengajakmu, fikirnya. Ia hanya mengangguk dan menggandeng Jihyun
ke arah kincir ria.
Setelah
mengantri, tiba juga giliran Jihyun dan Jongin. Jongin mempersilahkan Jihyun
masuk terlebih dahulu, kemudian duduk di hadapannya. Jihyun melihat ke luar
jendela kincir ria sambil terus menjilati es krimnya. Jongin yang sudah
menghabiskan es krimnya terus memperhatikan Jihyun sambil tersenyum.
“Jongin-ah,
lihat! Kembang api!” seru Jihyun kegirangan. Jongin melihat keluar, beberapa
kembang api meledak di angkasa dan mewarnai langit oranye yang indah. Mereka
berdua sudah hampir mencapai puncak kincir ria, membuat jantung Jongin berdebar
semakin kencang.
Jongin
kembali menatap Jihyun, tampak es krim mint di sudut bibir Jihyun yang berwarna
merah jambu. Jongin menggigit bibirnya ragu. Ayolah, jangan jadi seorang pengecut! Kesempatan takkan datang dua
kali! batinnya. Setelah menarik nafas panjang, Jongin memberanikan dirinya
untuk berkata.
“Nuna, ada es krim di bibirmu,” kata
Jongin. Jihyun mengalihkan pandangannya dari pemandangan luar dan melihat
Jongin.
“Di
sebelah mana?” tanya Jihyun. Jongin tertawa kecil melihat wajah Jihyun yang
tampak sedikit kebingungan.
“Sini,
aku bersihkan,” Jongin mendekatkan wajahnya pada wajah Jihyun hingga akhirnya
bibir mereka bertemu. Dikecupnya lembut bibir Jihyun, terasa sisa-sisa rasa
mint dari es krim yang dimakannya. Namun Jihyun tampaknya terlalu syok untuk
membalasnya – atau malah mungkin tidak ada niatan untuk membalasnya sama
sekali. Menyadari hal itu, Jongin berhenti menciumnya dan berlutut di
hadapannya.
“Nuna, saranghamnida. So, would you be my
girlfriend?”
---
“KAU
SERIUS?!” pekik Sunyoung setelah mendengar cerita dari Jihyun. Jihyun menaruh
telunjuknya di bibir, mengisyaratkan kepada Sunyoung untuk tidak terlalu keras.
“Maaf, aku terlalu bersemangat. Jadi, kau terima?”
Jihyun
mendesah lemas, kemudian menggeleng. “Tentu saja tidak. Aku sudah menganggap
Jongin sebagai adikku sendiri,” katanya, disusul dengan sorakan kecewa dari
sahabatnya. Jihyun menghela nafas panjang, kemudian kembali bercerita.
“Sebenarnya
aku sempat berpikir untuk menerimanya, siapa tau juga dia bisa membuatku
melupakan Baekhyun. Tapi tampaknya mustahil, dan aku juga tidak cukup tega
untuk menjadikan dia sebagai pelarianku. Dia terlalu baik.”
Sunyoung
mengangguk-angguk setuju. “Jadi, kau masih akan mengejar Baekhyun?” tanya Sunyoung
setengah berbisik. Jihyun mengangguk pelan, kemudian meletakkan kepalanya yang
terasa sedikit berat di bangkunya.
“Mari
berdoa semoga dia cepat putus dari Soojung, haha,” kata Jihyun pelan sambil
tertawa garing. Sunyoung mengerutkan dahi mendengar kata-kata Jihyun.
“Kau
belum tau? Baekhyun dan Soojung putus 2 hari lalu. Aku dengar Soojung diam-diam
selingkuh dengan Kim Myungsoo dari kelas 3-4,” bisik Sunyoung tepat di sebelah
telinga Jihyun. Mendengarnya, Jihyun langsung duduk tegak.
“JINJJA?!” pekik Jihyun bersemangat,
membuat seisi kelas melihatnya heran. Jihyun hanya cengengesan. “Sudah
kubilang, Soojung memang menyebalkan,” cibir Jihyun.
Baru
saja Sunyoung akan menanggapi ketika tiba-tiba Mr. Kwon memasuki ruang kelas
dan membuat seisi kelas berlomba-lomba untuk duduk manis di bangkunya
masing-masing. Jihyun mengambil bukunya dan meletakkannya di atas meja.
“Psst,
Jihyun-ah!” panggil Oh Sehun yang duduk di sebelah kanan Jihyun, setengah berbisik.
Jihyun menoleh. Sehun memberinya sebuah lipatan kertas kecil, membuat Jihyun
mengerutkan dahi kebingungan. Dibukanya lipatan kertas itu, kemudian dibacanya
isi dari kertas tersebut. Isinya nyaris membuat Jihyun berteriak terkejut,
untung saja ia ingat bahwa Mr. Kwon sedang mengajar saat ini.
Jihyun-ah, temui aku di atap sekolah
nanti sepulang sekolah. –Byun Baekhyun ;)
Jihyun
otomatis langsung menyobek sedikit kertas dari buku coretannya, kemudian
menuliskan sesuatu di kertas itu. Tangannya sedikit gemetar, membuat tulisannya
yang biasanya rapi menjadi sedikit berantakan.
Eh? Ada apa? Kenapa tiba-tiba? ._.
Dilipatnya
sobekan kertas tersebut, kemudian ia memanggil Sehun setengah berbisik. Sehun
menoleh, ekspresinya menunjukkan bahwa ia sedikit terganggu – seakan-akan
ekspresinya berkata ‘aku bukan pak pos, jangan menyuruhku mengirimkan sobekan
kertas itu pada Baekhyun’. Jihyun tak mempedulikannya dan berbisik, “Tolong berikan
ini pada Baekhyun.”
Sehun
sendiri malah menerimanya dan menyalurkannya kepada Baekhyun yang duduk tepat
di sebelah kanannya tanpa protes sedikitpun. Baekhyun membacanya, kemudian
menyobek kertas, menulis sesuatu di kertas tersebut, melipatnya dan memberikannya
kepada Sehun. Jihyun mengambilnya dari Sehun, dan saat itu juga sebuah potongan
kapur mendarat dengan mulus di kepala Jihyun dan Sehun.
“Sebaiknya
kalian berhenti saling mengirim surat cinta atau semacamnya dan kembali fokus
pada pelajaran, atau aku akan menyuruh kalian keluar kelas,” tegur Mr. Kwon,
disusul dengan sorakan murid sekelas. Jihyun dan Sehun tidak menjawab, hanya
menundukkan kepala seolah mereka merasa bersalah. Begitu Mr. Kwon kembali sibuk
menulis catatan di papan tulis, Jihyun membuka sobekan kertas dari Baekhyun.
Sudahlah, datang saja ;)
Setelah
membacanya, Jihyun mencondongkan badannya sedikit ke depan untuk mengintip
Baekhyun. Pandangan mereka saling bertemu, Baekhyun pun tersenyum kepada Jihyun
– memamerkan deretan giginya yang rapi. Senyuman itu, senyuman yang membuat
Jihyun jatuh cinta pada pandangan pertama dan tak pernah gagal membuat Jihyun
semakin mencintai Baekhyun.
---
Seperti
yang diminta Baekhyun, Jihyun langsung ke atap sekolah saat pulang sekolah.
Namun tampaknya tidak ada siapa-siapa di atap sekolah, Jihyun pun melihat ke
sekeliling hanya untuk memastikan.
Sepuluh
menit berlalu, tak ada tanda-tanda Baekhyun akan datang. Jihyun merasa sedikit
kecewa, tentu saja. Kau bodoh, Choi
Jihyun. Sudahlah, tak usah berharap terlalu banyak. Pada akhirnya kau sendiri
yang kecewa, kau sendiri yang merasakan sakitnya, batinnya. Setelah
menghela nafas panjang, Jihyun berdiri dan hendak pulang – hingga tiba-tiba
Baekhyun datang dengan nafas sedikit terengah.
“Maaf,
kau sudah menunggu lama? Klub hapkido
mengadakan pertemuan singkat mendadak, untung saja tidak seberapa lama,” kata
Baekhyun. Jihyun tidak menjawab, dia hanya menundukkan kepalanya lesu. Baekhyun
menyadarinya, kemudian mendekat kepadanya dan mengangkat dagu Jihyun. “Hei,
kenapa? Maafkan aku.”
Jihyun
sedikit memaksakan senyum, kemudian berkata, “Tidak apa-apa. Jadi kenapa kau
memintaku untuk menemuimu disini?”
Yang
ditanya tidak menjawab apa-apa, ia hanya mendekatkan wajahnya ke wajah Jihyun
dan mengecupnya penuh kasih. Jihyun sedikit terkejut, namun kemudian dia
menutup matanya dan membalas ciuman Baekhyun. Tangan kanannya mencubit lengan
kirinya untuk memastikan bahwa ini bukan mimpi. Sakit, hehe, fikirnya.
Baekhyun
melepas ciumannya, kemudian mendekap Jihyun ke dalam pelukannya dengan erat.
“Maaf, tidak seromantis waktu aku menyatakan perasaan kepada Soojung dulu,”
katanya. Jihyun tertawa pelan.
“As
long as it’s you, it’s okay. Tapi kenapa? Kukira kau menyukai Soojung.”
Baekhyun
tertawa mendengarnya. “Kau benar-benar tidak peka, ya? It’s you, babo. It’s always been you. Tak sadarkah
kau, aku sering diam-diam mengamatimu dari kejauhan?” ungkap Baekhyun, membuat
Jihyun sedikit terkejut. Kemudian Baekhyun mencium pipinya dengan lembut.
“Lalu
mengapa kau berpacaran dengan Soojung kalau kau menyukaiku?” tanya Jihyun,
sedikit kebingungan dengan situasi saat itu.
“Aku
ditantang teman-temanku, dan dengan bodohnya aku menerima tantangan itu. Aku
juga tak menyangka Soojung akan menerimaku,” jawab Baekhyun. Mukanya memerah karena
malu, sebelah tangannya menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal. Jihyun
melipat tangannya, bibirnya mengerucut tanda kesal. Baekhyun tertawa gemas
melihatnya. “Sudahlah, jangan cemberut. Toh sekarang kita berpacaran, iya kan?”
Jihyun
menjulurkan lidahnya. “Siapa juga yang bilang kita berpacaran?”
Baekhyun
mengangkat alisnya kesal, kemudian mencubit kedua pipi Jihyun – membuat yang
dicubit meringis kesakitan. Dia tertawa lagi dan memeluk Jihyun erat-erat. “Saranghaeyo, Choi Jihyun.”
---
Kemarin malam, di rumah Baekhyun dan
Jongin....
“Aku
pulang,” kata Jongin sedikit lesu ketika ia membuka pintu rumahnya. Ia langsung
berjalan ke ruang tengah, kemudian duduk di sebelah Baekhyun yang sedang
menonton TV.
Ya,
Jongin dan Baekhyun merupakan saudara sepupu. Orang tua Jongin kerja di luar
negeri dan Jongin lebih memilih tinggal bersama keluarga Baekhyun di Korea. Tak
heran, keduanya cukup dekat bagaikan kakak beradik. Namun tak ada yang tau
bahwa selama ini Jongin tinggal bersama Baekhyun – kecuali Chanyeol, Joonmyun,
Sehun dan Kyungsoo.
“Jadi
bagaimana? Kau diterima?” tanya Baekhyun tanpa mengalihkan pandangannya dari TV
sedikitpun. Melirik saja tidak. Tetapi Jongin tidak mempedulikan hal itu, ia
malah meraih remote dan membesarkan sedikit volume TV.
“Apakah
aku terlihat seperti lelaki yang berhasil mendapatkan gadis impiannya?” cibir
Jongin.
“Maaf....”
“Tak
perlu meminta maaf.”
Keduanya
terdiam untuk beberapa saat, suara TV mengisi keheningan di antara mereka
berdua.
“Dia
benar-benar jatuh cinta kepadamu, Hyung,”
kata Jongin. Baekhyun tidak menjawab – dia tampak sebegitu fokus dengan drama
di TV, padahal sebenarnya tidak. “Katakan kepadaku sekali lagi, mengapa kau
memacari Soojung Nuna? Padahal
jelas-jelas kau menyukai Jihyun Nuna dan
sebaliknya.”
“Sudah
kubilang, aku ditantang oleh teman-teman sekelasku. Aku sendiri tak menyangka
Soojung menerimaku,” jawab Baekhyun enteng.
“Dan...?”
“Dan
ternyata Soojung hanya main-main denganku. Dia diam-diam selingkuh dengan Kim Myungsoo,”
lanjut Baekhyun, kemudian meminum coca cola yang sedari tadi ia pegang.
Jongin
mengangkat alisnya. “Kim Myungsoo? Si pangeran dingin dari kelas 3-4? Kukira
dia menyukai Suzy nuna.”
Baekhyun
mengangguk pelan. “Mmm. Bukannya cemburu sih. Aku malah senang, aku bisa memutuskan
Soojung dengan mudah,” celetuk Baekhyun, membuatnya mendapat pukulan pelan dari
Jongin di lengannya.
“Cih,
licik kau Hyung,” cibir Jongin.
Baekhyun mengangkat bahu. “Sudah, sekarang jadikanlah Jihyun Nuna milikmu sebelum dia jatuh hati
kepadaku.”
“Iya,
iya,” kata Baekhyun sambil tertawa pelan. Mereka kembali terdiam satu sama
lain. Suasana menjadi sedikit canggung.
“Omong-omong,
Jongin-ah?” panggil Baekhyun, memecah kecanggungan di antara mereka.
“Hmm?”
“Maaf,
karena aku kau jadi mengorbankan perasaanmu begini,” kata Baekhyun, kali ini
sambil menatap Jongin.
“Seingatku
aku sudah bilang tak perlu meminta maaf beberapa menit yang lalu. Kau pikun
atau bagaimana?” cibir Jongin.
“Tetap
saja, Jongin-ah.”
Jongin
menoleh kepada Baekhyun. “Sudahlah Hyung,
toh dia mencintaimu, bukan aku. Aku akan menemukan gadis lain, tenang saja,”
katanya. Baekhyun tidak menjawab. Jongin kembali memusatkan pandangannya ke TV,
kemudian berkata, “Lagi pula, kalau memang dia jodohku pasti dia akan kembali
padaku.”
Mendengarnya,
Baekhyun langsung memukul lengan Jongin pelan sambil tertawa. Jongin
menangkisnya dengan sigap, kemudian berdiri. “Sudah ya, aku lelah. Tadi Jihyun Nuna terus-terusan mengajakku menaiki
wahana terkutuk. Selamat malam, Hyung.”
“Selamat
malam, Jongin-ah.”
Tepat
ketika Jongin berpaling dari Baekhyun, air matanya menetes di luar kendalinya.
Ia menyekanya dengan punggung tangan kanannya, namun air matanya masih saja
menetes. Ia mencoba mengangkat wajahnya dan tersenyum.
Tenanglah, Kim Jongin. Kau pasti bisa
menemukan pengganti Jihyun Nuna.
No comments:
Post a Comment